Jumat, 13 Agustus 2010

karya lozanov

Dave Meier, penulis buku The Accelerated Learning Handbook, yang diterbitkan oleh McGraw-Hill New York tahun 2000, mengajak kita untuk memperbarui pendekatan kita terhadap pembelajaran untuk memenuhi tuntutan adanya dinamika kebudayaan  yang bermetabolisme tinggi ini. Dan perlu melakukan perubahan yang bersifat sistemis bukan bersifat kosmetik , organis bukan sekedar mekanis.
Accelerated Learning (A.L.) adalah cara belajar yang alamiah, akarnya telah tertanam sejak zaman kuno. (A.L.) telah dipraktikkan oleh setiap anak yang dilahirkan. Sebagai suatu gerakan modern yang mendobrak cara belajar di dalam pendidikan  dan pelatihan terstruktur yang muncul kembali sebagai akibat adanya sejumlah pengaruh pada  paro kedua abad ke-20.
Metode-metode belajar konvensional, yang dilahirkan pada awal era ekonomi industri, cenderung menyerupai bentuk dan gaya pabrik: mekanisasi, standardisasi, kontrol luar, satu-ukuran-untuk-semua, pengondisian behavioristis (hadiah dan hukuman), fragmentasi, dan tekanan pada format “Saya-bicara-kau-mendengar” (yang juga dikenal sebagai teknik membosankan). Dimana Kita merasa bahwa itulah satu-satunya cara untuk mempersiapkan pelajar menjalani kehidupan yang kering dan membosankan
Idealnya Belajar ditandai dengan keterlibatan penuh pembelajar, kerja sama murni, variasi dan keragaman dalam metode belajar, motivasi internal (dan bukan semata-mata eksternal), adanya kegembiraan dan kesenangan dalam belajar, dan integrasi belajar yang lebih menyeluruh ke dalam segenap kehidupan organisasi. Alasannya? Belajar bukan lagi persiapan untuk bekerja; belajar adalah bekerja untuk menemukan cara-cara mempercepat dan mengoptimalkan belajar .
Revolusi dalam Belajar
Kepercayaan-kepercayaan abad kesembilan belas dan awal    abad kedua puluh di Barat cenderung membuat pembelajaran muram, lamban, dan tidak efektif. Dan teknologi canggih atau “teknik-teknik” cerdas apapun yang dibangun  di atas landasan lama ini tidak akan dapat membantu memperbaiki permasalahan. Yang kita butuhkan adalah landasan yang benar-benar baru.
Landasan lama didasarkan pada anggapan bahwa pembelajar adalah konsumen, pada prestasi individu, pengotak-ngotakan (orang dan pokok masalah), kontrol birokrasi terpusat, pelatih sebagai pelaksana program, bahwa pembelajaran terutama bersifat verbal dan kognitif, dan program pelatihan sebagai proses jalur perakitan. Landasan baru didasarkan pada anggapan bahwa pembelajar adalah kreator, pada kerja sama dan prestasi kelompok, kesalingterkaitan, belajar sebagai aktivitas seluruh pikiran/tubuh, dan program belajar yang menyediakan lingkungan belajar yang kaya-pilihan dan cocok untuk seluruh gaya belajar.
Belajar pada Abad Kesembilan Belas
Cita-cita pendidikan abad kesembilan belas (yang masih mempengaruhi pemikiran banyak orang sekarang ini) adalah melatih orang dalam perilaku  lahiriah yang didefinisikan secara sempit, agar dapat memperoleh hasil standar yang dapat diramalkan. Pendekatan belajar ini mengharuskan penumpulan diri seseorang sepenuhnya. Yang dicari: membuat perilaku sejalan dengan produksi dan pemikiran rutin. Tugas pendidikan dan pelatihan adalah mempersiapkan orang untuk menghadapi dunia yang relatif sederhana, statis, dan dapat diramalkan. Kesulitannya sekarang adalah bahwa dunia semacam itu tidak ada lagi. dan kita lamban menyadarinya.
Belajar pada Abad Kedua Puluh Satu
Kini, tugas pendidikan dan pelatihan adalah mempersiapkan orang untuk hidup di dunia yang pasang surut, yaitu dunia tempat setiap orang harus mengerahkan seluruh kekuatan pikiran dan hati mereka sepenuhnya dan bertindak berdasarkan kreativitas yang penuh kesadaran , bukan sesuatu yang mudah diramalkan dan tidak membutuhkan pikiran. Bukannya menghasilkan manusia “fotokopi” seperti pada abad ke 19, kini kita harus menghasilkan “tokoh orisinal” yang dapat mengerahkan sepenuhnya energi mereka yang potensial dan menjanjikan. Kita harus membebaskan kecerdasan setiap orang yang unik dan bukan menindasnya atas nama staandardisasi atau “budaya perusahaan”. Keadaan sudah tidak seperti dahulu lagi. Di setiap tingkatan, kita semua harus menjadi inovator.
Pendekatan Lozanov
Pada 1970-an, Lynn Schroeder dan Sheila Ostrander menerbitkan sebuah buku berjudul Superlearning yang  mengemukakan karya psikiater Bulgaria, Georgi Lozanov.  Buku itu mengundang perhatian banyak pendidik dan guru yang sedang mencari pendekatan belajar yang lebih efektif.
Lozanov mendapati bahwa dengan menenangkan pasien psikiatri dengan musik barok dan memberi mereka sugesti positif mengenai kesembuhan mereka, banyak pasien tersebut mengalami kemajuan besar. Dia merasa telah menemukan cara untuk melangkah masuk ke dalam sesuatu jauh di lubuk jiwa yng lebih dalam daripada kesadaran rasional. (Dia menyebut ini “cadangan pikiran yang tersembunyi”.) Lozanov merasa metode ini juga dapat diterapkan pada pendidikan. Dengan disponsori pemerintah Bulgaria, dia mulai melakukan penelitian  mengenai pengaruh musik dan sugesti positif pada pembelajaran,  dengan menggunakan bahasa asing sebagai materi subjek.  Dia mendapati  bahwa kombinasi musik, sugesti, dan permainan kanak-kanak memungkinkan pelajar untuk belajar jauh lebih cepat dan jauh lebih efektif. Kabar mengenai temuannya menyulut imajinasi guru bahasa dan pendidik di mana-mana.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Accelarated Learning 
Banyak faktor lain telah memberikan sumbangan pada perkembangan yang mantap dan berlangsung terus-menerus dalam filosofi, metode, dan aplikasi A.L. diantaranya :
1.      Ilmu kognitif modern, terutama penelitian mengenai  otak dan belajar, telah mempertanyakan banyak asumsi lama kita mengenai pembelajaran. Lenyap sudah pendapat bahwa belajar itu semata-mata aktivitas verbal dan “kognitif”. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa belajar yang paling baik melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indra, dan segenap kedalaman serta keluasaan pribadi (yang disebut oleh Lozanov “cadangan pikiran yang tersembunyi”).
2.      Penelitian tentang gaya belajar menunjukkan orang belajar dalam  cara yang berbeda-beda dan satu jenis  belum tentu tepat untuk semua orang. Ini telah menantang secara serius gagasan kita mengenai pendidikan dan pelatihan formal sebagai proses jalur perakitan atau ban-berjalan.
3.      Tumbangnya pandangan-dunia Newtonian (bahwa alam bekerja seperti mesin, secara otomatis patuh pada proses yang mandiri, linear, langkah-demi-langkah) dan bangkitnya fisika kuantum telah memberi kita apresiasi baru terhadap kesalingterkaitan dari segala sesuatu dan terhadap hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanistis, kreatif, dan “hidup”.
4.      Evolusi yang berlangsung lambat laun (namun tidak sempurna) dari kebudayaan yang didominasi pria menjadi kebudayaan yang menyeimbangkan perasaan pria dan wanita memungkinkan berkembangnya  pendekatan yang leih lembut, kolaboratif, dan bersifat mengasuh pada aktivitas belajar.
5.      Runtuhnya Behaviorisme sebagai psikologi yang dominan dalam pembelajaran telah mendorong timbulnya keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik yang lebih manusiawi dan holistis.
6.      Beberapa gerakan paralel pada abad ke-20 telah mendukung hidupnya berbagai pendekatan pendidikan alternatif: Gerakan Sekolah Progresif yang dimulai pada 1920-an, Gerakan Pendidikan Confluent yang dimulai pada 1940-an,  Gerakan Pendidikan Humanistis yang dimulai pada 1950-an, dan Gerakan Sekolah Bebas pada 1960-an. Yang juga berpengaruh besar adalah Sekolah Montessori yang didirikan oleh Maria Montessori, Sekolah Waldorf oleh Rudolph Steiner, dan gerakan Sekolah Summerhill di Inggris yang dipimpin oleh Alexander Sutherland Neill.
7.      Kebudayaan dan keadaan di tempat kerja yang selalu berubah telah membuat banyak metode pendidikan dan pelatihan menjadi lamban dan usang dan telah membuka pintu bagi pendekatan alternatif.
Prinsip-prinsip Accelerated Learning,
1.      Belajar Melibatkan seluruh Pikiran dan Tubuh.  Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya.
2.      Belajar adalah Berkreasi, Bukan Mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pembelajar memadukan pengetahuan dan ketrampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam sistem otak/tubuh secara menyeluruh.
3.      Kerja Sama Membantu Proses Belajar. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan kawan-kawan daripada yang kita pelajari dengan cara lain manapun. Persaingan di antara pembelajar memperlambat pembelajaran. Kerja sama di antara mereka mempercepatnya. Suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri.
4.      Pembelajaran Berlangsung pada Banyak Tingkatan secara Simultan. Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu secara linear, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah-sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indra, jalan dalam sistem total otak/tubuh seseorang. Bagaimanapun juga, otak bukanlah prosesor  berurutan, melainkan prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk melakukan banyak hal sekaligus
5.      Belajar Berasal dari Mengerjakan Pekerjaan Itu Sendiri (dengan Umpan Balik). Belajar paling baik adalah dalam konteks.  Hal-hal yang dipelari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan berenang, cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi dengan bernyanyi, cara menual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan konsumen dengan memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak-asalkan di dalamnya  tersedia peluang untuk terjun langsung secara total, mendapatkan umpan balik, merenung, dan menerjunkan diri kembali.
6.      Emosi Positif Sangat Membantu Pembelajaran. Perasaan menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif  mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan, dan bersuasana muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai, dan menarik hati.
7.      Otak-Citra Menyerap Informasi secara Langsung dan Otomatis.  Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra darpada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih  mudah ditangkap dan disimpan darpada abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipejari dan lebih mudah diingat.

Comments :

0 komentar to “karya lozanov”

 

Copyright © 2009 by feel, What I Want to Life